Autumn In Paris

Tara Dupont
Maksud awal Tara adalah ingin bertanya tentang apa yang didengarnya waktu itu, tetapi begitu mendengar suara ayahnya di ujung sana, tanpa disadari air matanya lansung mengalir.
"Allo?" suara ayahnya terdengar lagi. "Ma cherie, ada apa?"
"Apa yang sudah Papa lakukan?" Itulah kata-kata yang pertama kali meluncur dari mulutnya. Suaranya bergetar.
"Apa?"
Tara mulai menangis dan suaranya tersendat-sendat, "Apa yang...sudah...Papa lakukan?"
Tubuhnya gemetar hebat dan ia terisak-isak diluar kendali. Tiba-tiba saja seluruh rasa sakit datang membanjiri tubuhnya. Dan yang paling terasa sakit adalah hatinya. Ia menekan telapak tangannya didada, seakan berusaha menutupi luka yang menganga di sana.
"Ma cherie...Papa tidak mengerti"
"Kenapa...kenapa..." sulit berbicara ketika sedang tersedu-sedu, tetapi Tara berusaha keras, "Kenapa Tatsuya...b-bisa menjadi...anak Papa?"
Ayahnya tidak menjawab.
Tara masih tetap tersedu-sedu. "Bo-bohong, kan?" tanyanya dengan nada putus asa. Itu bohong kan, Papa?"
"Kau ada di mana sekarang?"
"Jawab aku...Papa," katanya lemah. Terlalu banyak menangis menghabiskan tenaganya. "Katakan...itu bohong.."
"Katakan kau ada di mana. Papa akan segera ke sana dan menjemputmu. Setelah itu baru kita bicara."
Tara menggeleng keras. "Papa...jawab...sekarang..."
Diam sejenak di ujung sana, lalu, "Papa minta maaf, ma cherie. Papa sangat menyesal. Papa minta maaf."
Itu jawaban yang paling ditakutinya. Setitik harapan kecilnya musnah sudah. Kenyataan menghantam kepalanya, merobek-robek jantungnya dan menguras darah dari tubuhnya.
"Victoria... Ma cherie..."
"B-bagaimana sekarang... P-papa>" gumam Tara di sela-sela tangisnya. "B-bagaimana sekarang?... aku harus...bagaimana?..."
Ia menutup multnya dengan sebelah tangan untuk menahan tangisnya yang semakin kencang. Belum pernah ia menangis sesedih ini. Ini pertama kalinya ia tersedu-sedu diluar kendali.
Ia memtuskan hubungan dan jatuh terduduk di tanah. Kedua tangannya menutupi wajah, bahunya berguncang keras dan tubuhnya masih gemetar. Kemudiaan ia membisikkan pengakuannya,
Papa...Papa...aku...mencintainya."

Tatsuya Fujisawa
"Apakah ada yang tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai? Aku Tahu"
"Aku memang baru mengenalnya, tapi rasanya aku sudah mengenalnya seumur hidup. Dan tiba-tiba saja aku sadar dia telah menjadi bagian yang sangat penting dalam hidupku."
"Aku pertama kali bertemu dengannya di Bandara Charles de Gaulle. Lalu tanpa sengaja aku bertemu dengannya lagi disebuah kelab ketika dia agak
mabuk dan salah menyebut nama si bartender, Aku akhirnya tahu namanya pada pertemuan kami yang ketiga. Salah seorang temanku memperkenalkannya kepadaku. Selama ini aku tidak pernah percaya pada yang namanya kebetulan. tetapi ini seperti takdir. Karena akhirnya aku mendapat kesempatan mengenalnya."
"Saat itu juga aku memutuskan akan mencoba keberuntunganku. Sudah tiga kali aku bertemu dengannya tanpa sengaja-tentu saja saat itu dia tidak tahu, karena sejauh yang dia tahu, kami bertemu pertama kalinya saat temannya memperkenalkan kami-dan aku memutuskan jika setelah pertemuan ini aku bisa bertemu dengannya secara kebetulan, aku akan mengambil langkah pertama dan mengajaknya keluar."
"Bintang keberuntunganku ternyata sedang bersinar terang saat itu. Aku bertemu dengannya lagi, tanpa sengaja. Kali ini dia yang datang menghampiri dan menyapaku. Harus kuakui, aku begitu terpana sampai-sampai mendadak bisu sesaat. Aku tahu aku harus menepati janjiku sendiri. Aku pun mengajaknya menemaniku ke museum."
"Benar, gadis misterius yang kutemui di bandara dan Gadis Musim Gugur adalah orang yang sama."
"Hidup ini sungguh aneh, tapi juga tidak adil. Suatu kali hidup melambungkanmu setinggi langit, kali lainnya hidup mengempaskanmu begitu keras ke bumi. Ketika aku menyadari dialah satu-satunya yang paling kubutuhkan dalam hidup ini, kenyataan berteriak di telingaku dia juga satu-satunya orang yang tidak boleh kudapatkan. Kata-kataku mungkin terdengat tidak masuk akal, tetapi percayalah, aku
rela melepaskan apa saja, melakukan apa saja, asal bisa bersamanya. Tetapi apakah manusia bisa mengubah kenyataan?"
"Satu-satunya yang bisa kulakukan sekarang adalah keluar dari hidupnya. Aku tidak akan melupakan dirinya, tetapi aku harus melupakan perasaanku padanya walaupun tiu berarti aku harus menghabiskan sisa hidupku mencoba melakukannya. Pasti butuh waktu lama sebelum aku bisa menatapnya tanpa merasakan apa yang kurasakan setiap kali aku melihatnya. Mungkin suatu hari nanti-aku tidak tahu kapan-rasa sakit ini akan hilang dan saat itu kami baru akan bertemu kembali."
"Sekarang...Saat ini saja...Untuk beberapa detik saja...aku ingin bersikap egois. Aku ingin melupakan semua orang, mengabaikan dunia, dan melupakan asal-usul serta latar belakangku. Tanpa beban, tuntutan, ataupun harapan, aku ingin mengaku.
"Aku mencintainya"

0 comment:

Posting Komentar